Hanya Titipan



Postingan ini saya buat untuk para pembaca sebagai bahan renungan hari ini.


Ku berkata,
ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan-NYA,
bahwa rumahku hanya titipan-NYA,
bahwa hartaku hanya titipan-NYA,
bahwa putraku hanya titipan-NYA,

tetapi,
mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa DIA menitipkan padaku?
Untuk apa DIA menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-NYA ini?

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali
oleh-NYA ?

Ketika diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku, aku ingin lebih banyak
harta, ingin lebih banyak mobil, lebih banyak rumah, lebih banyak
popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan, Seolah …semua “derita”
adalah hukuman bagiku.
Seolah …keadilan dan kasih-NYA harus berjalan seperti matematika

aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan Nikmat dunia kerap
menghampiriku.
Kuperlakukan DIA seolah mitra dagang,dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”, dan menolak keputusan-NYA yang tak
sesuai keinginanku,

Gusti,
padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”

Komentar